SEJARAH GKPI DI KALIMANTAN
Sejarah bagi saya adalah sebuah momen yang tidak boleh kita lupakan karna sejarah adalah bagian dari perubahan yang telah saya rasakan sekarang. disini saya akan mencoba berbagi cerita tentang asal mula berdirinya Gereja Kristen Pemancar injil. pemahaman saya tentang sejarah ini masih banyak kekurangannya dan perlu perbaikan-perbaikan lagi. Sejarah ini berawal dari sebuah misi Pekabaran Injil oleh The Christian Misionary Alliance (CMA)
The Christian Misionari Alliance (CMA) adalah sebuah pekabaran Injil yang muncul di Amerika Serikat pada tahun 1880-an yang didirikan sekaligus sebagai pemimpin pertamanya adalah A. B. Simpson, mantan pendeta Gereja Presbiterian di New York,
yang dikenal komitmennya mengabdi kepada kaum miskin. Kemudian keluar
dari gereja itu karena tidak dapat menerima baptisan anak-anak.
Kemudian pada tahun 1887 A.B. Simpson mendirikan dua organisasi :
- The Christian Alliance (Perserikatan Kristen)
- The Evangelical Missionary Alliance (EMA) yaitu, (perserikatan Injili untuk pengutusan ke luar negeri).
Sepuluh tahun kemudian (1897) kedua organisasi ini digabung menjadi :
The Christian and Missionari Alliance. Dari nama organisasi ini dapat
disimpulkan bawa Simpson tidak bermaksud mendirikan gereja baru, karena
kata "Alliance" berarti "perserikatan" atau "persekutuan" bukan
"denominasi".
Pada bulan Oktober 1926,
para pemimpin CMA mengadakan rapat khususnya untuk membahas kemungkinan
mengembangkan pelayanan pekabaran Injil ke daerah-daerah baru. Sehingga
mereka memilih kepulauan Hindia Belanda sebagai kawasan tanggung jawab
CMA. Keputusan ini diambil karena daerah-daerah itu cukup luas sehingga
ada daerah yang belum diinjili oleh organisasi gereja manapun. Seorang peserta yang mendukung rapat itu ialah R. A. Jaffray yang dijuluki Simpson kedua. Dialah nantinya memainkan peranan penting dalam sejarah Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII). Dalam beberapa tahun saja, R. A. Jaffray berhasil membuka pekerjaan misi di Makassar dan sekitarnya, Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan pedalaman Irian.
CMA di Kalimantan Timur
Awal penginjilan di Kalimantan Timur dimulai dari kedatangan lima misionaris dari CMA New York ke Surabaya, Jawa Timur
pada tahun 1929. Para misionaris tersebut adalah Rev. J. W. Brill dan
istrinya, Rev. G. E. Fisk dan istrinya, dan Rev. David C. Clench.
Perintis pekerjaan misi di Kalimantan Timur adalah David C. Clench
dan George E. Fisk yang masuk kesana pada tahun 1929. Setelah David
Clench tinggal di Balikpapan selama setahun, ia pindah ke Samarinda dan melakukan Pekabaran Injil terhadap orang Dayak di Hulu Sungai Mahakam. Sedangkan Fisk berlayar ke Pulau Tarakan, pulau kecil di Kalimantan Timur, dimana perusahaan minyak Belanda
berada. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 Juli 1929. Namun karena
ia kesulitan berhubungan dengan orang-orang Dayak di pedalaman Kalimantan, ia pindah ke Tanjung Selor, ibukota Kabupaten Bulongan, Kalimantan Timur. Dari sana ia menjalin hubungan dengan orang Dayak Kayan dan Dayak Kenyah di Kalimantan Timur bagian Utara.
Dalam pelayanannya, Fisk berjumpa dengan Jalung Ipui, seorang yang
sangat berpengaruh di antara suku Dayak Uma’ Alim di Pujungan. Ipui
diantar oleh bapak Karua, yang berasal dari Minahasa, ketika ia sedang
mengunjungi anak-anaknya yang bersekolah di Tanjung Selor. Fisk bersaksi
tentang Tuhan Yesus, bahkan mengajak untuk berdoa. Walaupun pada saat
itu ia belum menerima Kristus, namun perjumpaan itu menimbulkan kesan
yang mendalam dalam dirinya. Akhirnya pada tanggal 17 September 1931,
Jalung Ipui bersama 220 rakyatnya di baptis di Sungai Bahau. Hingga tahun 1932 sudah terdapat tiga kampungdi Hulu Sungai Bahau yang menerima Yesus sebagai juru selamat.
Pada tahun 1934/1935 di daerah Bulongan terdapat tujuh jemaat dengan
3000-an orang Kristen. Untuk mempersiapkan kader penginjilan, pada tahun
1937 CMA mendirikan Sekolah Alkitab
Persiapan (Preparetory Bible School ) di Tanjung Selor. Sebagai sarana
transportasi penginjilan, pada tahun 1939 R. A Jaffray menghubungi CMA
di Amerika untuk meminta sebuah pesawat terbang. Pada tahun itu juga
orang-orang di Amerika Utara menyokong dan membelikan pesawat terbang PK-SAM.
Pada tahun 1951, jemaat dilingkungan CMA digabungkan mejadi tiga gereja daerah, yaitu Kemah Injil Gereja Masehi Indonesia Timur
(KINGMIT), KINGMI Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada tahun
1956 CMA mengambil langkah penting dalam proses menuju kemandirian
cabang-cabangnya yang berada di Indonesia. Pertama, tenaga luar negeri
yang bekerja di wilayah ketiga gereja tersebut dinyatakan dibawah
pengawasan pimpinan gerejanya. Kedua, pada akhir tahun 1956 tunjangan
yang masih biasa diberikan kepada sejumlah besar pendeta Indonesia di
hentikan.
Pendiri GKPI
Berdirinya suatu organisasi, tentu tidak terlepas dari para
pelakunya. Demikian juga halnya dengan Gereja Kristen Pemancar Injil
(GKPI)
Pdt. Elisa Mou, Tokoh Pencetus
GKPI Tarakan berdiri pada tanggal 30 Mei 1959 di Desa Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau Barat, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. Pencetus berdirinya GKPI adalah adalah Pdt. Elisa Mou, seorang mantan pendeta (Gembala Sidang) KINGMI di Long Bia.
Ia memutuskan hubungan dengan KINGMI karena kurang puas dengan
pelayanan KINGMI yang hanya memperhatikan hal-hal rohani saja, tanpa
memikirkan kesejahteraan warga jemaat. Padahal kehidupan warga jemaat di
pedalaman Kalimantan Timur yang merupakan pelayanan KINGMI sangat
miskin. Dengan keadaan kehidupan jemaat yang demikian, menurutnya, itu
tidak dapat dijawab dengan pengembangan rohani saja, namun juga terkait
dengan segi-segi lainnya yang dianggap bersifat duniawi oleh CMA.
Sejarah berdirinya GKPI Tarakan tidak terlepas pula dari sejarah pendirinya. Elisa Mou lahir pada tahun 1925 di Krayan. Pada tahun 1941 ia dikirim oleh CMA ke sekolah Alkitab Kalam Hidup (sekarang Sekolah Tinggi Jaffray) di Makassar, Sulawesi Selatan. Pada waktu itu, sebenarnya tidak mudah orang pedalaman Kalimantan Timur (Dayak)
untuk melanjutkan sekolah. Selain karena tidak mempunyai dukungan
finansial, mereka juga belum mengenal “dunia luar”. Jadi hanya
orang-orang yang memiliki kemauan keras sajalah yang berani meneruskan
sekolahnya. Elisa Mou termasuk salah seorang yang beruntung mendapat
bantuan CMA untuk melanjutkan sekolah ke Makassar. Selain itu, ia juga
didorong kemauannya yang kuat untuk memajukan masyarakat Dayak yang
taraf hidupnya pada saat itu sangat rendah/terbelakang (dari segi
pendidikan). Pikiran itu rupanya dimilikinya sejak misi masuk ke Krayan.
Elisa Mou melihat bahwa misionaris itu memiliki pendidikan dan
pengetahuan yang cukup, dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari
pada masyarakat setempat, sehingga ia pun ingin memajukan masyarakat di
daerahnya. Sebab menurutnya, orang yang memiliki pendidikan dan
kesejahteraan yang baiklah yang dapat maju.
Ketika Elisa Mou belajar di Makassar, dikembangkannya menjadi suatu
tekad, memajukan masyarakat Dayak Kalimantan Timur, terutama dibidang
pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
Pendidikan teologi harus dijalaninya selama ermpat tahun. Namun Elosa
Mou hanya dapat mengikuti pendidikannya selama satu tahun, karena
meletus perang melawan Jepang pada tahun 1942.
Ia tidak sempat menyelesaikan studinya hingga selesai karena harus
kembali ke Tarakan, sebagai pelabuhan transit, dalam perjalanan pulang
saat perang berkecamuk, ia ditangkap dan menjadi tawanan tentara Jepang
di Banjarmasin. Di sini ia dijadikan romusha dan dikirim ke daerah pedalaman Kalimantan Selatan untuk mengerjakan perkebunan milik Jepang.
Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, Elisa Mou Kembali ke Banjarmasin. Selama berada disana ia diurus oleh seorang pendeta Gereja Kristen Evangelis (GKE), Pationom Dingang.
Sementara ia tetap menjalin hubungan dengan sekolahnya di Makassar
melalui surat menyurat. Ia dipanggil kembali melanjutkan studynya di
Makassar yang terhambat. Namun ia hanya sempat dua tahun (1945 – 1947),
karena pada waktu itu anak-anak Kalimantan Timur dipulangkan untuk
melanjutkan studi di Sekolah Alkitab Long Bia (Kalimantan Timur), yang
baru dibuka CMA pada tanggal 1 Juni 1946. Alasan yang kemukakan karena
pemulangan tersebut adalah biaya pendidikan bagi jemaat KINGMI di
Kalimantan Timur tidak terlalu besar.
Ketika mengajar sekolah di Long Bia, Elisa Mou mengusulkan kepada
pihak misi CMA untuk membuka jurusan umum di sekolah tersebut. Usul itu
ditolak karena ada pemahaman yang sangat erat hubungannya dengan ajaran
tentang hari Tuhan sudah dekat. Itulah sebabnya mereka mempunyai metode
kerja yang tidak memperhatikan sekolah-sekolah umum, yayasan-yayasan
sosial, maupun mengorganisir jemaat. Mereka kurang memperhatikan
kebudayaan setempat, yang penting adalah bertobat dan dibaptiskan. Jadi
menurut pandangan mereka, jika Tuhan datang, hal-hal yang berbau duniawi
itu tidak ada gunanya (termasuk pendidikan umum). Kemudian Elisa Mou
mengusulkan agar CMA membuka sekolah umum yang nantinya dikelola oleh
gereja. Usul ini pun ditolak
Karena usul-usulnya ditolak oleh CMA, akhirnya Elisa menempuh jalur
lain. Ia kemudian mengadakan hubungan dengan Camat Krayan, Yagung Padan,
untuk memikirkan kemajuan masyarakat Dayak pedalaman Kalimantan Timur.
Yagung Padan memberikan dukungan dengan mengusulkan agar membentuk
sebubuah organisasi massa.
Pembentukan Organisasi Massa
Pada tahun 1948, dibentuk sebuah organisasi massa yang disebut Angkatan Muda Tanah Tidung
(AMTI). Tujuan pembentukan organisasi ini ialah mengumpulkan dana dari
masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak yang mampu (pandai) dan
memenuhi syarat untuk dikirim Sekolah Guru Bawah
(SGB) di Makassar. Dengan harapan setelah mereka menyelesaikan
studinya, mereka dapat menjadi tenaga pengajar di bidang pendidikan
umum. Karena pada waktu itu, tidak ada sekolah formal. CMA sendiri hanya
membantu pendidikan untuk pengadaan tenaga penginjilan dan pendeta.
Adapun organisasi massa yang didirikan tersebut berkedudukan di Long Bia dan Elisa Mou sendiri sebagai ketua.
Mengingat Elisa Mou adalah seorang pengerja gereja (KINGMI), maka
aktivitasnya di AMTI sangat ditentang oleh CMA. Ketua CMA waktu itu, W.
M. Poss, sangat menentang berdirinya AMTI karena organisasi itu dinilai
terlalu duniawi. Walaupun ditentang, Elisa Mou tetap menjalankan
organisasi AMTI sesuai cita-citanya memajukan orang Dayak di Kalimantan
Timur.
Disamping AMTI, setahun kemudian (1949) Elisa Mou juga mendirikan
koperasi dengan nama Koperasi Angkatan Muda. Namun dalam perkembangannya
tidak dapat berjalan dengan baik karena, selain ditentang oleh CMA,
juga rata-rata adalah jemaat KINGMI yang kurang mendukung kegiatan
tersebut.
Pada tahun 1954, Elisa Mou ditahbiskan menjadi pendeta KINGMI di Long
Bia. Setelah itu ia menyebarkan surat edaran kepada anggota AMTI untuk
mengadakan konferensi di Ba’ Binuang Kecamatan Krayan Kalimantan Timur.
Salah satu hasil konferensi menetapkan untuk mendirikan sekolah sendiri
yang mereka beri nama Sekolah Persiapan Alkitab (setingkat SLTP). Dalam
kurikulumnya dicantumkan pelajaran umum (seperti, pertanian, peternakan
dan kesehatan, dan lain-lain) termasuk pelajaran teologi.
Pada tahun 1957, KINGMI mengadakan konferensi di llWai Layall.
Pesertanya adalah Gembala Sidang KINGMI termasuk Elisa Mou utusan Jemaat
Tanjung Lapang. Hadir juga Rev. C. Brill selaku ketua Zending CMA untuk Indonesia. Ia masuk wilayah Indonesia melalui Sabah, Malaysia
dan hal ini ditentang Elisa Mou karena bertentangan dengan hukum
imigrasi. Hal ini membuat Wesly Brill marah. Sehingga dalam konferensi
itu ia mengajak para pendeta mendoakan Elisa Mou karena dinilai telah
tersesat. Merasa kehadirannya dalam konferensi tersebut tidak dihargai
terlebih usulannya tentang jemaat Tanjung Lapang tidak diterima, Elisa
Mou kembali ke Tanjung Lapang. Kemudian Elisa Mou mengumpulkan beberapa
orang yang mendukung pikiran-pikirannya untuk memajukan Masyarakat Dayak
Kalimantan Timur dan mengajak mereka keluar dari KINGMI dan membentuk
sebuah organisasi gereja baru.
Berdirinya GKPI Kalimantan Timur
Kata Pemancar dalam nama “Gereja Kristen Pemancar Injil” merupakan
suatu ungkapan mengabarkan Injil. Istilah Pemancar (bahasa Dayak
Lundayeh : ngerasat) secara luas berarti penyinaran (hal
menjadikan sesuatu bersinar, bercahaya atau berkilauan) apabila kata ini
dihubungkan dengan kata Injil, maka berarti menyiar Injil atau hal
menjadikan Injil bersinar. Hal ini mau menonjolkan makna dasar dari
tugas pokok gereja yaitu mengabarkan Injil. Jadi secara sederhana GKPI
dapat dikatakan sama dengan gereja Kristen yang mengabarkan Injil.
Gagasan ini merupakan pemikiran Elisa Mou untuk kemudian dibicarakan
oleh para perintis yang juga merupakan jemaat pertama GKPI Tanjung
Lapang.
Para perintis berdirinya GKPI yang pertama terdiri dari 26 orang
anggota, yaitu : Elisa Mou, Petrus Balang, Lawa Kapung, Yusak Fraid,
Yaran Ada’, Ringan Busek, Yusuf Busek, Koleng Gelawat, Singa Gelawat,
Yudin Gelawat, Labo Ringan, Yukung Murang, Y. B. Sangian, Ipa Tutu,
Paren Tutu, Elis Upai, Riga Padan, Gadung Ada, Buda Seremen, Lasun Tuan,
Sipai Ipa,Rangai Danur, Gadung Belibing, Busan Labang, Gerit Peru, dan
Dari Murang.
Untuk prtama kali persekutuan yang berjumlah 26 orang ini membentuk
Badan Pengurus pada tanggal 30 Mei 1959, dengan susunan Badan
Pengurusnya sebagai berikut :
- Ketua I : Pdt. Elisa Mou
- Ketua II : Y.B. Sangian
- Sekretaris I : Petrus Balang
- Sekretaris II : Yusak Fraid
- Bendahara : Lawa Kapung
- Pembantu Umum : Y.S. Laloeng Aco
- Penasehat : Yagung Padan dan Singa Gelawat
Tanggal 20 Juli 1960 Badan Pengurus menghadap wakil Notaris sementara untuk Berau, Bulungan
di Tanjung Selor dengan membawa Anggaran Dasar Organisasi Gereja
Kristen Pemancar Injil. Atas usaha ini maka terbitlah Akta Anggaran
Dasar Gereja Kristen Pemancar Injil dengan nomor : 1 tanggal 20 Juli
1960.
Pada tanggal 28 Agustus sampai 2 September 1960, dilaksanakan Konferensi Umum di Desa Pa’ Upan, Kecamatan Krayan, Kabupaten Bulongan,
Kalimantan Timur yang merupakan Sinode Umum I GKPI. Dalam Konferensi
tersebut, Anggaran Dasar Gereja Kristen Pemancar Injil di terima sebagai
Tata Gereja GKPI, dengan demikian GKPI dinyatakan resmi berdiri.
Pada saat ini perkembangan gereja GKPI sangatlah pesat, Gereja ini sudah berdiri hampir di seluruh kalimantan Timur dan Kaltara. Kami Kaula Muda penerus GKPI mengucapkan banyak terimakasih kepada tokoh-tokoh Gereja yang sudah berjuang demi pembangunan pelayanan yang lebih baik. Tuhan Yesus Memberkati.
Deddy Rosevelt Sampelan S.Pi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar